E. ISTANA KESULTANAN SUMBAWA
E. ISTANA KESULTANAN SUMBAWA
Sebagai sebuah negeri berdaulat yang dipimpin oleh seorang sultan, maka Kesultanan Sumbawa memiliki istana yang dijadikan sebagai pusat pengendalian pemerintahan / kekuasaan sekaligus rumah tinggal. Sebelum mengenal lebih jauh tentang istana-istana tersebut, mari memahami bersama tentang pengertian kata “Bala”. Bala berasal dari bahasa Makassar, Balla yakni rumah / rumah besar. Kata bala biasa digunakan pula untuk menyebut rumah para pejabat kesultanan baik yang berdomisili di Samawa Datu maupun di Kamutar Telu (Taliwang, Seran, dan Jereweh) serta pada wilayah Pangantong dan Kedemungan seperti Bala Dea Busing-Lape, Bala Dea Ngampo-Plampang, Bala Demung Rhee, Bala Datu Alas, maupun Bala Dea Karoya-Empang.
Tercatat beberapa istana yang pernah dan masih ada dari masa Kesultanan Sumbawa hingga kini, antara lain :
1. Istana "Bala Karang Minyak"
Merupakan istana yang dibangun pertama kali sebagai pusat kekuasaan dan pemerintahan sekaligus rumah tinggal bagi Sultan Sumbawa di masa itu.
Menurut Manuskrip kuno “Buk Karang Minyak”, bahwa istana ini dibangun di sebuah lokasi bernama Karang Minyak, yakni sebuah perkampungan di belakang Istana Bala Puti (Wisma Daerah Sumbawa). Istana berbentuk rumah panggung ini berdinding bambu “Anam Sawai” pada keseluruhan dindingnya.
Tidak jelas pada tahun berapa Bala Karang Minyak dibangun serta di masa pemerintahan sultan yang mana. Kuat dugaan dibangun setelah penobatan Dewa Mas Pamayam/Dewa Mas Cinni sebagai Sultan Sumbawa sekitar tahun 1648 M.
Di mana kita ketahui bersama pada tahun 1650 M Dewa Mas Pamayam menikah dengan putri Raja Tallo Karaeng Panaikang serta diboyong ke Istana Bala Karang Minyak di Kesultanan Sumbawa.
Istana “Bala Karang Minyak” ditempati berturut-turut oleh beberapa orang sultan antara lain:
-Dewa Mas Gowa (1668 - 1675)
Dewa Mas Gowa merupakan saudara dari Dewa Mas Pamayam.
-Dewa Mas Bantan (1675 - 1702)
Dewa Mas Bantan atau yang dikenal juga dengan nama Dewa Dalam Bawa/Datu Loka Sultan Muhammad Harunnurrasyid I, yang disebut-sebut sebagai cikal bakal Dinasti Dewa Dalam Bawa karena pada masa beliau inilah pelaksanaan “Adat Barenti Ko Syara’, Syara’ Barenti Ko Kitabullah” benar-benar murni dilaksanakan sebagai landasan dalam pelaksanaan pemerintahan serta adat istiadat Tau Tana Samawa.
2. Istana "Bala Balong"
Sesuai namanya istana ini terkenal sangat indah, salah satu keunikan dan keindahan Istana Bala Balong adalah atapnya terbuat dari kulit kerang mutiara (pada masa itu kulit kerang mutiara merupakan ekspor andalan Kesultanan Sumbawa sebagaimana termaktub dalam perjanjian kontrak politik antara Sultan Muhammad Djalaluddinsyah I dengan pihak Belanda).
Dibangun di awal pemerintahan Sultan Muhammad Djalaluddinsyah I (1702-1775) sehingga sultan yang dikenal dengan nama Amasa Samawa Dewa Mas Madinah, mendapat sebutan Datu Bala Balong.
Kemangkatan (Samawa : lengit) Datu Bala Balong pada Perang Selaparang tahun 1725 M, mengantar Datu Taliwang menjadi Sultan Sumbawa yang dinobatkan pada tahun 1725 M serta menempati Istana Bala Balong sebagai pusat pengendalian kekuasaan.
Namun peristiwa naas terjadi pada malam ke-26 Bulan Ramadhan 1145 Hijriyah bertepatan dengan 5 April 1731 M, Istana Bala Balong terbakar bersebab dari lampu minyak.
Kebakaran yang menghanguskan istana, sebagian penghuni beserta isinya maupun perkampungan di sekitarnya termasuk Sultan Sumbawa Datu Taliwang turut terbakar di dalamnya.
Terbakarnya Istana Bala Balong memusnahkan pula kebanggaan Tau Tana Samawa akan istananya yang indah, Istana Bala Balong yang dikenang hingga kini.
3. Istana "Bala Gunung Setia"
Mengganti Istana Bala Balong yang terbakar, dibangunlah pada tahun 1732 M sebuah istana yang kemudian diberi nama Bala Gunung Setia. Nama Gunung Setia merupakan nama monumental untuk mengenang Sultan Sumbawa Datu Taliwang yang mangkat (Samawa: lengit) dan dimakamkan di Bukit Gunung Setia (Kelurahan Brang Biji sekarang).
Istana Bala Gunung Setia dibangun di lokasi bekas reruntuhan Istana Bala Balong. Bangunan istana yang berbentuk rumah panggung cukup besar ini, konstruksinya cukup kuat dengan “Tabongan” (kolong) yang cukup tinggi. Terbuat dari kayu pilihan sehingga Istana Bala Gunung Setia bertahan cukup lama digunakan sebagai pusat pemerintahan hingga masa pemerintahan Dewa Masmawa Sultan Muhammad Amrullah (1836-1883).
Namun peristiwa naas kembali terulang pada Istana Sultan Sumbawa. Bulan Agustus 1872 M, Istana Bala Gunung Setia Terbakar karena letusan obat mesiu.
Di mana pada saat itu Dewa Masmawa Sultan Muhammad Amrullah tengah berada di Makassar dan istana diserahkan tanggungjawabnya (pajatu) kepada Maskuncir Datu Lolo Daeng Manassa (Daeng Mesir : Raja Muda).
Kebakaran yang menyebabkan kehancuran harta, benda bahkan manusia, menyebabkan Datu Lolo (Raja Muda) Daeng Maskuncir menjadi depresi mental dan memilih jalan spiritual.
4. Istana "Bala Sawo"
Guna menjaga kelangsungan pemerintahan yang dikendalikan secara terarah dan terpimpin, maka pada tahun 1872 M dibangunlah sebuah istana yang diberi nama Istana Bala Sawo.
Seperti halnya nama Gunung Setia, Bala Sawo juga merupakan nama monumental untuk mengenang salah seorang saudara Sultan Muhammad Djalaluddinsyah I, yakni Datu Bala Sawo yang pernah menduduki tahta Kesultanan Sumbawa sebagai Riwabatang (1772-1775) di mana pada masa tersebut Dewa Masmawa Sultan Muhammad Djalaluddinsyah I memimpin perang di Selaparang bersama saudaranya Mas Palembang Dewa Maja Jereweh (Datu Jereweh) serta Datu Taliwang (Datu Gunung Setia).
Istana Bala Sawo yang didirikan pada tahun 1872 M tersebut ukurannya lebih kecil dan sederhana dibandingkan dengan Istana Bala Gunung Setia.
Melihat kondisi istana yang demikian, maka timbullah pemikiran rakyat Tana Samawa untuk membangun istana yang lebih memadai bagi sultan dan perangkatnya dalam rangka menjalankan roda pemerintahannya.
Pada tahun 1883 M sesuai keputusan Dewa Masmawa dan Tana Samawa maka dinobatlah Mas Madinah Daeng Raja Dewa putra tertua dari Raja Muda Daeng Mas Kuncir (Mas Kuncir Datu Lolo Daeng Manasa) menjadi Sultan Sumbawa dengan gelar Dewa Masmawa Sultan Muhammad Djalaluddinsyah III (1883-1831).
Peristiwa ini menjadi memori tersendiri bagi Istana Bala Sawo dan masjid Kesultanan Sumbawa sebagai tempat berlangsungnya peristiwa sakral dan agung tersebut.
5. Istana "Dalam Loka"
Dua tahun sesudah penobatan Mas Madinah Daeng Raja Dewa menjadi Sultan Sumbawa tepatnya pada tahun 1885 M dibangunlah Istana Dalam Loka menggantikan Istana Bala Sawo.
Istana yang dibangun dalam kurun waktu sembilan bulan sepuluh hari tersebut (usia bayi dalam kandungan) ditopang 98 (sembilan puluh delapan) tiang dengan satu “tiang ngantung” sehingga menjadi 99 batang (symbol asmaul husna dalam ajaran syariat Islam).
Dalam Loka merupakan sebuah lokasi yang dirancang khusus sebagai pusat pemerintahan yang lengkap yang terdiri dari:
a. Bala Rea merupakan Bangunan induk sebagai pusat pemerintahan dan tempat tinggal sultan beserta keluarganya.
b. Bala Bulo Merupakan bangunan khusus yang biasa digunakan oleh putra-putra sultan maupun putra bangsawan lainnya berkumpul.
c. Bala Datu Raja Muda / Datu Lolo Adalah Istana yang diperuntukkan bagi Putra Mahkota yang merupakan calon pengganti Sultan yang tengah berkuasa.
d. Bale Bawa Adalah rumah yang diperuntukkan bagi para Abdi Dalam dan Petugas Istana, termasuk didalamnya sebagai tempat tinggal bagi Istri ( Bukan Permaisuri ) Sultan. Bale Bawa ini berada di luar halaman Istana dan jumlahnya juga cukup banyak mengingat petugas dan Abdi Dalam yang cukup banyak.
e. Lawang Rare (gerbang) Terletak di halaman antara Masjid Kesultanan dan Istana Dalam Loka sebagai batas antara Rumah Allah dan kekuasaan-Nya sebagai Al-Khalik serta Istana Sultan dan kekuasaannya sebagai makhluk.
f. Sarapo Kamutar
Bangunan khusus sebagai tempat pelaksanaan upacara adat istana.
g. Alang Aji / Alang Kamutar Adalah lumbung padi sebagai tempat menyimpan perbekalan utama.
h. Jambang Sasir
Bangunan khusus yang berhubungan dengan kegiatan di dapur.
i. Bale Pamaning adalah Tempat mandi khusus bagi Sultan/permaisuri dan putra-putri sultan.
j. Sarumung Belo / Karubung
Sumur dan MCK bagi penghuni istana yang lain maupun tamu istana.
k. Pakatik Kamutar adalah Kandang kuda tempat pemeliharaan dan perawatan kuda sultan beserta petinggi Kesultanan Sumbawa.
Pembangunan Istana Dalam Loka dipimpin dan dikoordinir langsung oleh Imam H. Hasyim, Imam Masjid Kedatuan Taliwang. Bahan utama bangunan Istana Dalam Loka menggunakan kayu jati pilihan dari Olat Timung pegunungan Ropang.
Bangunan Bala Rea yang beratap kembar dan berlantai dua, dewasa ini disebut sebagai Dalam Loka terdiri dari bagian bangunan sebagai berikut :
a. Tete Gasa Merupakan tangga naik yang mengambil konsep pendakian (Samawa : paruak) sebagai simbol bahwa setiap orang yang naik ke istana selalu membungkukkan badan sebagai wujud penghormatan kepada sultan.
b. Paladang adalah Teras khusus yang memiliki fungsi antara lain : tempat duduk di sebelah timur yang disebut parangin merupakan tempat menunggu jika hendak bertemu sultan. Sedangkan pada bagian sebelah barat (tangke) digunakan untuk menempatkan senjata tajam dan barang-barang lainnya yang tidak diperbolehkan dibawa masuk ke dalam ruang Lunyuk Agung.
c. Lunyuk Agung Merupakan ruang utama tempat pertemuan dan perjamuan serta tempat pelaksanaan upacara-upacara kebesaran Kesultanan Sumbawa.
d. Pada bagian timur terdapat empat buah kamar terdiri dari :
- Dua buah kamar diperuntukkan bagi putra sultan yang sudah menikah.
- Satu buah kamar diperuntukkan bagi istri-istri sultan (bukan permaisuri)
- Satu buah kamar khusus sebagai tempat tidur Bone (inang pengasuh), serta tempat penyimpanan perbekalan khusus yang akan digunakan pada malam hari jika istana kedatangan tamu.
e. Memanjang pada bagian barat beberapa ruangan/kamar, antara lain:
- Repan Shalat
Merupakan tempat khusus melakukan ibadah shalat.
- Repan Kacapuri
Yakni peraduan raja dan permaisuri. Pada ujung utara ruangan ini merupakan tempat permaisuri menerima tamu baik istri-istri pembesar kesultanan maupun keluarga sultan dan permaisuri (wanita).
- Ruang Keputrian
Adalah ruangan khusus bagi putri-putri sultan yang belum menikah, ruangan ini terbagi dua bagian yakni kamar tidur dan tempat berkumpul/menerima tamu.
f. Lunyuk Emas adalah Ruangan besar yang berada di antara kamar-kamar bagian timur dan bagian barat merupakan ruang tempat pertemuan permaisuri dan istri pembesar kesultanan dalam peristiwa upacara besar istana, serta menjadi tempat tidur di malam hari bagi pelayan istana (wanita) sedangkan pada bagian ujung utara ruangan menjadi tempat menata hidangan bila ada upacara istana.
g. Sanapir Yakni dapur yang biasa digunakan sebagai tempat kegiatan masak memasak. Antara Sanapir dan Jambang Sasir dihubungkan dengan pintu khusus yang sekaligus menjadi pintu belakang Istana Dalam Loka.
h. Gudang, yang Terdapat pada bagian barat Lunyuk Emas, di samping tangga menuju lantai dua sebelah barat.
i. Lantai dua sebelah barat dan lantai dua sebelah timur Merupakan ruangan memanjang yang dihubungkan dengan tangga dari lantai satu. Pada masing-masing lantai dua ada lantai yang ditinggikan sebagai tempat menenun di samping tempat putri sultan dan putri bangsawan lainnya menonton keramaian di lapangan Lenang Lunyuk (bagian barat istana).
Sebagai istana kesultanan yang menjadi pusat pemerintahan, Istana Dalam Loka selain memiliki konsep arsitektur yang digarap khusus juga memiliki konsep ornamentik untuk memperindah bangunan istana, seperti ukiran pada tiang, ukiran pada pintu serta pada beberapa bagian dinding yang kesemuanya berlandas pada konsepsi nilai yang menjadi anutan Tau Samawa.
6. Istana "Bala Batu Ode"
Sekembali menempuh pendidikan dari Yogyakarta, Muhammad Kaharuddin Daeng Manurung lalu diangkat menjadi putra mahkota/raja muda menggantikan saudara beliau yaitu Datu Lolo (Raja Muda) Datu Rilangi yang mangkat sebelum dinobatkan sebagai sultan.
Sebagai raja muda yang terpelajar, maka Muhammad Kaharuddin Daeng Manurung kemudian membangun sebuah istana yang dikenal dengan nama Bala Batu Ode tepatnya di Asrama Polisi Militer sekarang ini.
Istana Bala Batu Ode tersebut menjadi rumah sekaligus sebagai kantor dan perpustakaan. Di Bala Batu Ode inilah Raja Muda Muhammad Kaharuddin Daeng Manurung belajar lebih banyak ilmu pemerintahan dan lain-lain.
Beliau menempati Bala Batu Ode beberapa lama bersama saudaranya Muhammad Kaimuddin Daeng Marowa, sebelum kemudian dinobatkan sebagai Sultan Sumbawa bergelar Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin III (1931-1958) dan mempersunting Siti Khadijah Daeng Ante Ruma Paduka putri Sultan Muhammad Salahuddin Ruma Makakidi Agama Sultan Bima ke-XIII (1917-1950).
7. Istana "Bala Puti"
Istana Bala Puti dibangun pada tahun 1932 M setahun setelah penobatan Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin III, pembangunannya selesai pada tahun 1934 M. Istana Bala Puti dibangun disebuah lokasi yang berbeda dengan istana-istana sebelumnya serta arah hadap yang berbeda pula.
Dibangun di lokasi Karang Bawa/Keban Geranta sebuah wilayah yang tidak terlalu jauh dari Istana Dalam Loka.
Sebagai kelengkapan kebesaran istana, dibangunlah sebuah tanah lapang yang memiliki fungsi lebih banyak dibanding Lenang Lunyuk Istana Dalam Loka, tanah lapang tersebut kemudian dikenal dengan nama Lapangan Pahlawan (kelak lapangan ini menjadi satu kesatuan landmark Istana Bala Puti dan Istana Bala Kuning).
Pada tahun 1934 M Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin III memindahkan pusat pemerintahan dari Istana Dalam Loka ke Istana Bala Puti.
Istana Bala Puti merupakan bangunan berlantai dua dengan gaya arsitektur kolonial. Memiliki pagar yang mengelilingi istana berupa tembok batu dengan tiga gerbang yakni :
- Gerbang utama sekaligus menjadi Bale Jam. Gerbang utama ini merupakan jalur perlintasan bagi sultan maupun para petinggi istana serta tamu yang akan berkunjung kepada sultan. Di atas lantai dua dan lantai tiga bangunan gerbang ini merupakan tempat petugas khusus “Tau Jam” yang bertugas membunyikan lonceng jam sebagai penanda waktu bagi masyarakat di ibukota Kesultanan Sumbawa.
- Gerbang Anosiyep dan Gerbang Anorawi. Merupakan dua gerbang yang berada di sebelah timur dan sebelah barat dari gerbang utama.
Pada bagian belakang istana Bala Puti terdapat sumur keramat yang disebut “Sumer Bater” sebagai tempat pengambilan “Ai Kadewa” air yang disucikan untuk upacara daur hidup istana Kesultanan Sumbawa.
Sesudah proklamasi Istana Bala Puti dipakai sebagai pusat pemerintahan swapraja yang kemudian berubah nama menjadi Wisma Praja setelah diambil alih sebagai aset pemerintah Kabupaten Sumbawa nama istana mengalami perubahan menjadi Wisma Daerah.
Pada bagian belakang Istana Bala Puti yang dahulunya merupakan kemban alas (kebun istana) dibangun beberapa sekolah, antara lain : TK Pertiwi, SDN 8 Sumbawa, SDN 10 Sumbawa serta kantor Kelurahan Brang Bara.
Di masa pemerintahan Madilau ADT sebagai Bupati Sumbawa di samping barat Istana Bala Puti dibangun rumah dinas (pendopo) Bupati Sumbawa, selain lapangan tenis yang dibangun kemudian.
8. Istana "Bala Kelungkung/Bala Gambir
Istana ini dibangun di Desa Kelungkung (Kecamatan Batulanteh sekarang) pada sebuah perkebunan yang asri. Di bangun di masa pemerintahan Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin III sebagai rumah peristirahatan bagi sultan dan keluarganya pada waktu-waktu tertentu.
Istana Bala Kelungkung merupakan satu kesatuan area rekreatif dengan taman permandian Semongkat.
Bangunan Istana Bala Kelungkung/Bala Gambir berbentuk semi permanen menghadap ke arah barat. Dengan sebuah balkon yang cukup luas dan tinggi di tempatkan pada bagian selatan bangunan istana. Balkon yang bisa dicapai dengan menggunakan tangga berbentuk spiral merupakan tempat untuk menyaksikan pemandangan yang sangat indah di lembah Batulanteh di samping menyaksikan aktivitas penduduk dari kejauhan antara lain : Desa Batudulang, Desa Semongkat, Semongkat Sampar, Empang Bua dan lain-lain.
Berakhirnya masa kesultanan pada tahun 1958 M Istana Bala Kelungkung tidak lagi terurus dan menjadi tua serta lapuk. Sehingga pada tahun 1981 Istana Bala Kelungkung ini dirobohkan atas kesepakatan masyarakat Desa Kelungkung. Sebagian besar materialnya seperti batu bata, ubin diserahkan kepada pihak masjid di samping material kayu lainnya ada juga yang diambil oleh anggota masyarakat lain.
Dewasa ini bekas pondasi Istana Bala Kelungkung/Bala Gambir masih dapat disaksikan di tengah perkebunan milik mantan seorang pejabat tinggi Sumbawa.
9. Istana "Bala Kuning"
Istana Bala Kuning merupakan rumah tinggal bagi Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin III beserta keluarganya. Dibangun pada sebidang tanah berlokasi di samping Istana Bala Batu Ode yang dahulunya merupakan sawah milik sultan. Dibangun pada tahun 1941-1942 (sebelum PD II).
Istana Bala Kuning ditempati secara resmi oleh Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin III dan keluarganya sekembali beliau dari Makassar sebagai kedua parlemen NIT (Negara Indonesia Timur). Sejak pembangunannya selesai, Istana Bala Kuning sampai dengan tahun 1950 ditempati oleh beberapa pejabat pemerintah pusat yang ditempatkan di Sumbawa.
Pada tahun 1950 Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin III membangun bagian depan Istana Bala Kuning berbentuk bangunan lengkung untuk mengenang rumah jabatan beliau semasa menjadi ketua parlemen NIT di Makassar.
Dewasa ini istana yang terdiri dari bangunan induk, keputrian, pavilion bersambung dengan ruang makan dan dapur serta sebuah bangunan yang disebut Bale Belo (gudang) dihuni oleh cucu-cucu maupun cicit dari Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin III.
Selain sebagai rumah tinggal, Istana Bala Kuning merupakan tempat penyimpanan benda-benda pusaka Kesultanan Sumbawa berupa “Parewa Kamutar” (Lambang Kebesaran Kesultanan), “Parewa Tokal Adat Ode” (Piranti upacara kesultanan), pakaian kebesaran, aneka keris dan senjata pusaka, berbagai jenis keramik kuno, piranti makan, foto-foto sejarah dan pusaka lainnya.
Penobatan Muhammad Abdurrahman Daeng Raja Dewa sebagai Dewa Masmawa dengan gelar Sultan Muhammad Kaharuddin IV tanggal 5 April 2011 lalu menjadikan Istana Bala Kuning semakin ramai dikunjungi baik oleh tamu pemerintah, para peneliti, maupun wisatawan asing dan domestik.
Sumber :
Majelis Adat - Lembaga Adat Tana Samawa (LATS)
Bidang Kebudayaan - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sumbawa
Kunjungan | : | 2834 |
Kategori | : | Sejarah |
Share | : |